Sabtu, 21 Maret 2015

Srintil dan Bola Dunia

Senja membawa kabar bahagia. Tetanggaku Mang Engkos pulang dari mengayuh becaknya lebih awal. Biasanya mang engkos selalu pulang larut malam. Saat bulan dan bintang tak lagi kepanasan dilangit. Sehingga mereka bebas bersinar dengan terang. 

Aku senang sekali bermain dengan mang engkos. Mang Engkos selalu pulang membawa banyak permen. Warna warni banyak sekali. Aku biasanya memilih yang merah. Kata mang engkos, aku memang anak pemberani. Merah artinya berani, katanya saat dia bercerita tentang bendera indonesia yang berwarna merah putih. Putih artinya suci. Biasanya aku akan tertawa dan membusungkan dada dipuji seperti itu.
"Sriiiii.."
Setelah meletakkan becaknya didepan warung kopi ibu, mang engkos segera memanggilku. Mendengar suara mang engkos, aku tinggalkan mainan robot robotanku berserakan dilantai dan berlari ke warung depan.
"Sri, kemari! Mamang bawakan mainan baru untukmu." Panggil mang engkos yang melihatku berlari dari dalam rumah.
"Ini apa mang?" Tanyaku sambil melihat benda ditangan mang engkos dengan berbinar-binar.
"Ini namanya globe sri, globe tiga dimensi."
"Globe tiga dimensi?" Aku tertegun, tak mengerti nama aneh itu.
"Iya sri, ini bola dunia. Bentuk bumi tempat kamu tinggal. Disini ni warung ibumu sri", ujar mang engkos sambil menunjuk gambar hijau-hijau pada bola biru itu.
Aku manggut-manggut saja sambil mengeja tulisan hitam besar dibawah telunjuk mang engkos 
"sa-mu-de-ra  hin-di-a."
"Apa sri namanya?" Tanyanya menunjuk warna biru dibelakang tulisan yang barusan ku eja.
"Samudera hindia." Ujarku tak yakin dan berpaling mengamati wajah mang engkos yang penuh keringat.
Menyadari kuperhatikan begitu, mang engkos segera mengambil lap yang menggantung dilehernya untuk menghapus keringat.
"Coba sri, kau ulangi lagi namanya tadi disini." Mang engkos menunjuk lubang kecil disamping tombol kuning.
"Samudera Hindia?" Tanyaku ragu-ragu.
"Iya, disini ya?" Pintanya agar aku bersuara di microphone yang ditunjukkannya. "Yang keras sri!"
"SAMUDERA HINDIA!" teriakku lantang.
"Bagus sri." Mang engkos mengacungkan jempolnya kepadaku.
"Nah sekarang, coba kamu pencet tombol kuning diatas itu." Ujar mang engkos bersemangat, menuntun tanganku memencet tombol kuning diatas bola itu.
Saat aku memencet tombol itu tiba-tiba bola biru itu berubah menjadi lampu yang terang. Lalu cahayanya berputar putar. Bagian bawah bola menjadi biru tua. Lalu naik ketengah menjadi biru muda. Dan yang diatas sendiri menjadi hijau. Bola itu kini menjadi lampu dengan tiga lapis warna: biru tua, biru muda dan hijau. 

Didalamnya banyak ikan-ikan dan kapal kapal. Ikan didalamnya cantik sekali. Berwarna warni. Ada yang kecil dan juga besar sekali. Ikan-ikan kecil bersembunyi dibatu warna warni. Aku senang mengintip mereka. 

Ternyata ada nimo disitu! Ikan milik kakak yang warnanya oranye dan putih. Ada ikan yang naik turun, bergerak-gerak. Lucu sekali. Mang Engkos bilang namanya lumba-lumba. Ada juga kapal perang yang besar. Ada juga kapal nelayan, seperti perahu kakek. Sontak senyumku makin lebar dan sejenak memalingkan wajahku ke mang engkos sambil menunjuk ikan-ikan itu.
"Bagus kan, sri?" Tanya mang engkos meyakinkanku. "Itu isinya Samudera Hindia sri. Kau mau kesana, Sri?"
"Ibuuuu, aku mau naik kapal ke samudera hindia. Mau lihat lumba lumba bu." Teriakku pada ibu yang sibuk menggoreng pisang.
Ibu hanya tertawa mendengar ocehanku. "Suruh antar mang engkos nak, pake becaknya."
"Hahhahaha." Mang engkos tertawa mendengar usulan ibu.
***
"Maang, kapan kita ke samudera hindia? Aku mau lihat ikan lumba-lumba."
"Naik becak juga tidak apa-apa."

Senja-Donggala, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo ngomen :)